Nongkrong diwaroeng garoeng
Perjanjian malam senin itu aku batalkan karena lampu sudah menyala, aku ingin keluar hanya karena mati lampu, untuk menghilangkan kesendirian seharian ditempat ini. Sebagai gantinya malam selasa kami berempat, aku, ina, agung, dan arif sepakat untuk nongkrong di warong garoeng. Sekedar celotehan, membahas organisasi, sampai masalah hal-hal diri-sendiri. Kebetulan selasa ini kami akan mengadakan evaluasi media jurnal kampus, sedikit banyak kami persiapkan apa saja yang akan disampaikan saat evaluasi nanti.
Habis magrib, jam 7 lewat arif mendatangiku ditempatku, dan kami langsung go ke tempat tujuan yang kami sepakati, kami datang lebih duluan, sambil menunggu aku dan arif memesan kopi cappocino dan kopi milk yaah biar kami tidak ngantuk saja nanti saat ngobrol-ngobrol. Tak alam ina dan agung datang denga jalan kaki, langsung bergabung dengan meja kami yang paling ujung dan strategis.
Pertemua-pertemuan seperti ini sering kami lakukan, ditempat yang berbeda entah kenapa semua menjadi cair, menjadi cocok, dan menjadi sebuah keakraban. Apakah kami punya satu pikiran? Apakah kami punya satu tujuan yang sama? Dan apakah kami sama?
Aku rasa kami begitu banyak yang membedakan, aneh keberbedaan itu dapat melebur setelah kami semua terkumpul dalam sebuah tempat, dimeja, dirumah, dan ditempat manapun. Pembicaraan malam itu tak terlepas dari organisasi yang kami geluti, yakni lpm jurnal kampus. Kami merasa sebagai pemberontak, melawan, bahwa selama ini organisasi ini tak habis-habisnya hanya seremonial belaka dalam perjalanannya, hanya mencari arti sebuah nama, hanya mencari sebuah keasyikan.
Tapi mengapa semua seakan lupa apa yang telah kita sepakati bersama, tujuan organisasi ini seperti tak tertuju. Setiap harinya pikiranku selalu tertuju ke organisasi ini. Ahhhh melelahkan...
Aku juga ingin memikirkan diriku sendiri............
Hampir 1 jam lebih hanya membicarakan organisasi ini saja, organisasi yang membuatku dan kami semua berpikir untuk menjadikannya lebih baik.
“Yaa sudahlah el, kamu itu harus tegas dalam mengambil keputusan,” kata seorang perempuan yang hanya satu-satunya dirombongan kami ini ina.
Aku memilih diam saja, dan berpikir......
Malam mulai semakin ramai, dan larut. Pembicaraan kami pun mulai hampir habis. Dan beberapa pengamen juga silih berganti datang, menyanyi dan menghibur orang yang ada disana. Tak ketinggalan pengemis, pemintan sumbangan ahh ini hanya kedok saja bagaimana mendapatkan uang atau semacam penipuan lah. Aku memilih tak memberikan apa-apa. Aku biarkan berlalu........
Pemandangan seperti ini terus terjadi setiap malam di kota metropolitan kota banjarmasin.
Seharusnya persma itu seperti ini seperti rakyat kecil, rekreasi ketempat kumuh, ke tempat pemulung, ke tempat anak-anak jalanan, ke tempat orang miskin. Agar kita tahu, dan sadar inilah kehidupan disekitar kita. Untuk ditulis, untuk dilaporkan, untuk diberitahu kepada mereka yang berwenang.
“makanya sastra saja tak cukup, ekonomi juga el ditulis,” ujar agung
Aku mengangguk-ngangguk saja.
Air minum kami semua sudah mulai habis, ini menandakan kami akan beranjak dari tempat duduk dan langsung pulang.
Lega, penat, dan jalani saja. Aku mulai lelah kawan. Aku ingin bersama. Samakan pikiran kita untuk organisasi ini.
Sampai kita semua sadar dan aku tak ada lagi disini. Silahkan saja untuk dikenang atau tidak, karena perlawanan seperti ini tak akan kalian temui lagi disini.
Muhammad elhami
Selasa, 3 april 2012
8 : 58 PM
Untung saja laptopku tak rusak, aku terjatuh di tangga karena mengurung se ekor kucing di sebuah tempat, dan kucing itu tetap aku biarkan terkurung.
“kita boleh terkurung dalam suatu budaya, terjebak dalam seremonial, dan hanya melihat dengan kasat mata saja. Jangan biarkan, Itu terlalu sempit kawan. Lihatlah lebih luas duniamu dengan membuka sedikit, mencobanya, menikmatinya, dan mencoba meneruskan itulah asyiknya membaca dan menulis” (muhammad elhami)
Apa hubungannya?.....mari kita berpikir....
koler bpikir hahaha
BalasHapusngakak hkhkhkhk lucu
BalasHapus