Rabu, 16 November 2011

Ketika Menduakan Organisasi Menjadi Budaya


Ketika Menduakan Organisasi Menjadi Budaya

Oleh : Muhammad Elhami
Wakil Ketua Umum LPM Jurnal Kampus
Banyak orang yang berpendapat kalau diduakan itu menyakitkan, seperti halnya dalam pernikahan. Ini disebabkan salah satunya tidak bisa berlaku adil dalam keduanya. Seseorang lebih condong untuk memilih salah satunya karena sekali lagi saya tegaskan tidak adanya keadilan.
Mungkin juga sama halnya dengan sebuah organisasi, apabila diduakan dalam hal ini merangkap dalam organisasi lain (*saya ambil organisasi dalam kontek kemahasiswaan) pasti salah satunya akan ada yang diabaikan. Banyak yang beralasan ikut banyak oragnisasi untuk mencari pengalaman yang baru, sekilas tidak ada yang salah, namun pada kenyataan sebuah organisasi memang membutuh sumber daya manuasia yang benar-benar fokus untuk menjalankan roda organisasi yakni program kerjanya.
Maka dengan satu organisasi dan fokus inilah akan dapat membangun organisasi yang sehat tidak ada kecemburuan dalam anggota. Tapi dalam fakta, kenyataan dan realitanya praktik ini semakin banyak, sedikit banyak ini akan menjadi sebuah budaya yang akan selalu menular kepada bawahannya. Jelas budaya sikap, pemikiran atau apaun akan diikutinya.
Mencermati salah satu organisasi kemahasiswaan yaitu lembaga pers mahasiswa jurnal kampus, hingga dulu sampai sekarang budaya menduakan organisasi semakin menjadi, entah siapa yang memulainya. Nyatanya sampai sekarang budaya ini tetap ada. 
Dampak bagi mereka yang menduakan organisasi sebenarnya dapat kita lihat dikenyataan, kebanyakan tidak dapat membagi waktu dalam organisasi. Saat rapat terjadi dalam waktu bersamaan, sebenarnya ini tidak bisa disalahkan kenapa rapat terjadi dalam waktu yang sama, kita tak bisa eh jurnal kampus besok saja rapatnya terbentur nih dengan organisasi lain, nah ini secara tidak langsung loyalitas terhadap organisasi perlu dipertanyakan. Dia ini ingin fokus dimana sih?...
Kemudian selain waktu menjadi dua, aktivitas pun menjadi dua juga banyangkan misalnya acara atau event dalam waktu bersamaan, sudah pasti satunya terbengkalai. Sebenarnya kalau bisa berlaku adil terhadap organisasi tidak menjadi masalah, tapi dikenyataannya banyak yang tidak bisa. Untuk itu diperlukan sebuah langkah tegas dalam sebuah aturan organisasi bahwa disini bukan tempat untuk rame-rame. Yaa saya bilang rame-rame karena ada acara atau event.
Ketika semua terlena dengan acara dam event-event, kenapa jurnal kampus tidak mengambil jalannya sendiri yang sebenarnya sudah jelas, dunia jurnalis. Selama ini kita ketularan acara dan event untuk menjadi eksis. Al hasil media yang merupakan jantung di organisas jurnal kampus terabaikan.
Dan semuanya menjadi budaya hingga saat ini. Sudah saatnya kita belajar untuk melakukan perubahan, dalam organisasi perubahan disebutkan organisasi yang ingin melakukan perubahan harus memebangun kapasitas, menyesuaikan dan merubah terus-menerus (berkelajutan). Untuk mengelola organisasi dalam melakukan perubahan maka diperlukan langkah-langkah yakni menciptakan strategi, merancang ulang struktur organisasi dan membentuk kembali budaya organisasi.
Nah, agar berhasil perubahan strategis ini mesti dikelola sehingga tercipta tiga kondisi agar bejalan efektif  yaitu kesadaran, kapabilitas, da keikutsertaan.
Mari kita lakukan perubahan bersama-sama agar jurnal kampus menjadi lebih baik dan lebih maju. Kita eksis dijalan kita sendiri bukan jalan orang lain. Semua itu dapat kita lakukan dengan sepenuh hati dan rasa memiliki jurnal kampus. Hilangkan semua keraguan untuk sebuah kebaikan.
Banjarmasin, 15 november 2011

Senin, 14 November 2011

Jurnal Kampus Mengawali Perubahan (Ketika Keinginan Hati Ingin Kembali Ke Awal)


Jurnal Kampus Mengawali Perubahan
(Ketika Keinginan Hati Ingin Kembali Ke Awal)

Oleh : Muhammad Elhami
Wakil Ketua Umum LPM Jurnal Kampus FE Unlam
Selama dua tahun saya berkecimbung di organisasi lembaga pers mahasiswa jurnal kampus fakultas ekonomi unlam (LPM JK FE Unlam) banyak sesuatu dan hal yang saya amati mulai dari kinerja, program kerja dan lainnya.
Sudah lazim bahwa produk utama pers mahasiswa adalah berupa buliten, tabloid, majalah, bahkan ada juga koran. Kalau mengamati pers mahasiswa yang berada diluar daerah bisa dikatakan jauh tertinggal dari pers mahasiswa yang ada di kalsel khususnya di fakultas ekonomi unlam yakni LPM jurnal kampus.
Organisasi punya cara sendiri untuk menjadikannya eksis didalam maupun diluar. Dengan berbagai acara dan event salah satunya.
Tak ketinggalan jurnal kampus pun punya agenda dan acara untuk menjadikanya eksis. Namun dibalik semua itu kenyataan yang saya amati dari tahun ke tahun justru produk  utama berupa tabloid mengalami penurunan. Ironi memang, pada dasarnya melalui media lah organisasi pers itu mengeksiskan dirinya. Tak hanya itu dia juga merupakan sarana untuk memahami kejadian-kejadian yang ada disekitarnya.
Pada masa pemerintahan arif rahman (2008-2009), ya semua anggota fokus hanya di jurnal kampus, tak ada yang ikut organisasi yang lain, kalaupun ada mereka tetap memiliki rasa tanggungjawab terhadap jurnal kampus. Ada empat tabloid yang diterbitkan, ini sebuah prestasi awal yang bagus dimana seperti sejarahnya jurnal kampus hampir punah akibat tak ada kegiatan.
Berlanjut pada masa kharismatik. Kenapa saya sebut ini. Ahmad rifandi adalah sosok yang paling menginspirasi saya dan selalu memberikan jalan dan motivasi tentang sebuah arti organisasi. Kemajuan pesat boleh dibilang, dengan mempertahakan tabloid berhasil diterbitkan sebanyak empat, disamping itu event yang berskala nasional merupakan event perdana yang dilaksanakan oleh per mahasiswa yang ada di kalsel yakni jurnal kampus. Ini patut kita banggakan.
Tetapi dibalik semua ini menyimpan kelelahan yang sangat amat, tak urung banyak anggota yang minggat karenanya. Memang dibalik kesuksesan itu diperlukan sebuah pengorbanan.
Sekarang pada masa pase yang membingungkan, bagaimana tidak mulai dari musta 2009 (musyawarah tahunan) sejumlah permainan yang membingungkan terjadi. Calon ketua umum yang terdengar ditelinga ada lima orang, tiga orang mengundurkan diri karena enggan dan merasa tidak siap dan berupa alasan lainnya. Terjaring dua calon yang bertahan, entah karena tidak tega jurnal kampus dipimpin oleh angkatan 2009 atau karena teriakan anggota untuk maju, sang ketua umum 2009-2010 mengajukan diri lagi sebagai calon.
Padahal menurut peraturan hanya boleh menjabat satu tahun, ternyata terpilih lagi. Berjalan beberapa bulan entahlah apakah merasa tidak enak atau gengsi? Turun ditengah jalan merupakan pilihan yang tepat baginya.
Nah, permasalahan tak sampai disini, saat musyawarah luar biasa digelar banyak sekali kejanggalan yang terjadi. Mulai anggota yang hadir kurang 1/3, kemudian SMS beredar untuk untuk memilih sang wakil yang naik. *saat itu wakil yang dipilihnya buka dari calon yang maju.
Akhirnya dengan sistem hirarki kesepakatan didapat, mahasiswa akuntansi 2009 yang sebelumnya mengundurkan diri dan menolak untuk jadi calon ketua umum jurnal kampus maju menduduki posisi strategis ini. Kesal, bingung, dan aneh semuanya tercampur dalam kerelaan untuk menerima semuanya. Saya hanya menunggu hikmah dibalik semua ini.
Waktu berjalan tak banyak perubahan, agenda yang dijalankan pun masih sama dengan dulu, hanya jurnal kampus menjalin kerjasama dengan media terbesar dikalselteng yaitu banjarmasin post. Saya pun sempat merasakan kekecewaan disepanjang berjalannya kepengurusan ini tapi saya mencoba untuk sabar dan menyesuaikan dengan keadaan.
Tabloid yang merupakan produk utama ini hanya mampu diterbitkan satu saja. Ini perlu dipertanyakan? Ada apa di internal jurnal kampus?, sudah sangat jelas kinerja jurnal kampus sangat menurun.
Ternyata salah satu faktor penyebab semua ini adalah cara seorang pemimpin dalam memimpin. Sebelumnya menolak untuk memimpin ternyata mau jadi pemimpin, ini saya katakan adalah sebuah keterpaksaan, ya keterpaksaan memang memberatkan. Saya tidak tau apa yang dipikirkan mengapa dia menerima posisi ini.
Berbagai banyak hal yang saya amati adalah bergesernya tanggungjawab banyak anggota. Ikut organisasi lain atau menduakan organisasi merupakan faktor terbesar yang menyebabkan semua ini. Saat mengamati ini jujur saja saya sendiri merasa cemburu, bagaimana tidak pada saat rapat jurnal kampus entah itu rapat besar, internal alasan mereka apa? Rapat organisasi lain dulu baru rapat jurnal kampus. Nah ini seakan-akan jurnal kampus dinomor duakan atau yang lebih ektrim jurnal kampus dianggap  tidak penting. Itulah fakta dan realitanya yang saya amati.
Ditambah lagi budaya-budaya yang ada diorganisasi lain melekat di jurnal kampus. Hakikatnya jurnal kampus adalah dunia jurnalistik dengan media sebagai produknya justru terabaikan. Krisis pemikiran, ide, dan inovasi itu terjadi anggota lebih suka hal yang berbau fisik daripada pikiran.
Atas dasar inilah nilai-nilai pers ingin saya bangkitkan kembali dengan melakukan perubahan, menguatkan kembali ketegasan dan aturan. Melakukan perubahan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dia perlu tahap per tahap, bimbingan, arahan dan menggiringnya selalu apalagi yang dirubah ini adalah budaya dalam orgaisasi. Setiap perubahan yang akan dilakukan pasti ada sesuatu kontroversi, ini memang lazim dan merupakan hal yang wajar didalam manajemen perubahan.
Demi kemajuan dan cita-cita jurnal kampus perubahan adalah hal yang mutlak harus dilakukan agar organisasi ini tidak stagnan dan tidak selalu menurun kinerjanya. Bagi mereka yang siap akan perubahan akan menjadikannya sebagai peluang, dan justru bagi mereka yang tidak siapa akan perubahan maka akan dianggapnya sebagai ancaman bahkan sebuah hal yang negatif. So apa pilihan kalian? Jurnal kampus Tetap, mundur, atau maju...!!!
JADI APAPUN JURNAL KAMPUS
ITU ADALAH  SEBUAH PILIHAN
Banjarmasin
                        Minggu, 13 Nopember 2011