Minggu, 28 April 2013

Mengenang Si Mati


Kematian bukan kefaktaan manusia. Mati sebagai manusia berarti mati sekaligus secara sosial. Cara berada manusia di dalam “yang sosial” adalah cara berada transaksional. Mati bukan suatu “cara berada”. Pengalaman itu tidak transaksional. Tetapi mengapa dia menjadi referensi filsafat? Bahkan ia meng-indeks-kan berbagai “ cara berada” manusia. Sosial-eksistensial.

Kematian yang difilsafatkan adalah upaya untuk menyudahi keragu-raguan: bahwa yang mati adalah “kontruksi sosial” yang memelihara referensi si tubuh. Jadi, tubuh yang mati adalah manusia minus referensi sosiologinya. Tubuh yang terurai bumi adalah tubuh yang ditinggalkan oleh referensi sosialnya. Seketika yang sosial berhenti maka energi antropologis tubuh juga lenyap. Yang sosial berpindah menjadi mineral. 

Ada kenangan yang tertinggal, lalu tumbuh dalam referensi baru: “pikiran beliau”, “teladan”, “cita-cita”, dan seterusnya. Tetapi politik kenangan ini juga adalah politik kesewenang-wenangan para pedagang memorabilia: memanfaatkan kematian untuk menyambung kehidupan. Biografi ditulis untuk mengenang si mati, tapi untuk mensiasati kehidupan. Dalam biografi, kematian digunakan untuk mensubsidi kehidupan. Di situ, kematian adalah kepentingan mereka yang hidup.
Jadi, sebetulnya, karena manusia bukan sesuatu yang “menggeletak begitu saja”, maka kematian membangkitkan pertanyaan eksistensal: “mengapa hidup harus ada?”

Bila kematian harus diperlukan sebagai ruang belajar survivalitas manusia, maka kematian tidak boleh diberi batu nisan strukturalisme.

Sumber : Muhammad Damm, 2011, KEMATIAN : Sebuah Risalah Tentang Eksistensi dan Ketiadaan, Depok, Kepik.

Kamis, 18 April 2013

Pertemuan Kesekian Yang Mengesankan


Mengesankan. Kata inilah yang pas untuk mewakili kondisiku hari ini rabu 17 april 2013. Disaat aku kesulitan menemukan teman untuk sekedar curhat dan nongkrong. Perempuan cantik yang satu ini rela menemaniku sejak pukul 09.00 pagi sampai dengan 16.00 sore.
Ya aku setiap kali pulang kampung, aku ingin selalu mencari teman untuk diajak sharing dan bertukar pendapat, paling tidak hari-hari dikampung tidak berjalan membosankan.
Perempuan ini aku kenal lumayan cukup lama, kalau tidak salah pertemuan hari ini merupakan pertemuan ke-3 dengannya...oh bukan ini yang ke-4 kalinya.

Dan izinkan aku sebelum bercerita tentang aktivitasku hari ini bersama dia. Aku mencoba mendiskripsikan dirinya. Dia bernama Rosida, ya hanya Rosida tanpa ada nama tambahan lagi, tingginya perkiraanku sekitar 163 cm masih tinggiku, wajahnya cantik, mirip dengan kakaknya yang masuk rumah sakit, waktu itu pakaian yang dia kenakan adalah juah berwarna cokelat, memakai tas dan sepatu yang serasi yakni warna cokelat, tatapannya sedikit malu-malu tapi menyenangkan untuk dipandang, dia menyukai buku tentang keilmuan terlebih tentang keislamanan sesuai dengan basic pendidikan yang kini dia jalani.

Perempuan lulusan pondok pesantren rasyidiah khalidiyah angkatan 2009 ini mengaku tidak suka makan diluar, buktinya saat aku ajak makan diluar dia lebih memilih untuk makan dirumah. Jenjang pendidikan S2 dan S3 merupakan sebuah cita-citanya yang ingin digapainya walau masih dalam tahap planning. Pengetahun keislamannya cukup kuat karena terbentuk dari pola kebiasannya membaca buku-buku islam.

Jujur aku merasa kagum dengan perempuan yang satu ini. Dia merupakan teman yang cocok untuk aku ajak sharing, diskusi, bahkan curhat.

Aku telat setengah jam dari jam yang telah disepakati yakni jam 09.00, tepat jam 09.30 aku tiba ditaman kota putri junjung buih. Macet dijalanan memangkas waktuku setengah jam.
Pertemuan hari sebenarnya hanyalah untuk sharing tentang kegiatan yang digelar oleh forum lingkar pena (flp) cabang amuntai, kemudian secara kebetulan dia juga sebagai panitia. Kepulanganku ke amuntai bukan untuk berlibur, malah aku bolos kuliah selama 3 hari. Tepatnya aku hanya memperpanjang STNK. Tapi terasa hampa kalau aku tidak menikmati kota dan tempat-tempat ramai lainnya. sama seperti halnya pertemuanku dengan dia. Menyenangkan.

Aku sempat bergumam dalam hati terkejut dan kaget begitu melihat wajahnya. Mempesona. Aku tersenyum sendiri. Kami langsung mencari tempat duduk ditaman itu. Tau tidak kami duduk persis diujung dua sisi bangku taman itu. Berjarak.

Aku kira dia akan merasa risih dengan kehadiran laki-laki sepertiku, tapi ternyata tidak. Dia percaya denganku bahwa aku adalah laki-laki yang baik. Syukurlah. Pertemuan hampir 1 jam itu kami habiskan untuk berbincang, bertanya kabar, dan hal lainnya. aku sempat nervous tapi semua aku buat suasana senyaman mungkin. Dan ternyata dia pendengar dan perespon yang baik. Aku pun tak sungkan-sungkan untuk curhat.

Sinar matahari pagi semakin memanas, kami memutuskan untuk jalan ke toko buku karena sebelumnya aku ingin jalan-jalan ke toko buku sekedar refresing. Eh ternyata dia mau menemani aku untuk jalan ke toko buku. Aku bersorak dalam hati kegirangan.

Kalau di banjarmasin aku lumayan sering jalan-jalan ke toko buku besar yaitu gramedia. Ditoko buku yang ada di amuntai lebih banyak menjual kitab-kitab berbahasa arab. Toko pertama yang kami kunjungi adalah toko sumber letaknya persis didepan warung makanan dekat sungai. Niatku hanya jalan-jalan dan melihat saja, karena kebetulan uang persediaanku menipis cukup buat balik ke banjarmasin hari kamis tanggal 18 april 2013. Jadi aku putuskan untuk menemani dia.

Di toko buku ini dia membeli buku Habibie dan Ainun dengan harga 45.000. katanya kata teman-temannya isi bukunya tersebut seru. Yang paling utama adalah kecintaannya dengan bacaan tentang keilmuan terlebih tentang keislaman, makanya setiap ke toko buku dirinya wajib membeli kitab.

Karena ditoko buku sini tidak ada kitab yang dia cari, kami memutuskan untuk ke toko buku yang berada di pasar. Jujur ya aku serasa menjadi pasangan sama dia kalau jalan wkwkwk 
Aku lupa nama tokonya, disini lumayan lengkap dari toko yang pertama kami singgahi. Sebenarnya aku tertarik ingin beli buku novel. Tapi lagi-lagi aku mikir 3 kali. Ah nanti aku belinya di banjarmasin saja. Dia beli kitab tentang 40 hadist serta keutamaannya. Sungguh perempuan ini benar-benar menyukai bahasa arab. Kalau aku sudah hampir 4 tahun tidak pernah lagi belajar bahasa arab.

Setelah selesai jalan-jalan ke toko buku, jujur saja aku sebenarnya kelaparan dan kehausan berharap habis ini bisa makan bareng dengan dia. Tapi ternyata dia malah mengajak kerumah sakit. Ngapaen?....ya menemani kakak perempuannya yang lagi sakit tipus. Aku ikut saja, asalkan tetap bersama dia, ah aku ingin waktu berjalan lambat biar tak cepar berakhir. Walaupun dengan kondisi lapar dan haus aku tetap semangat.

Nah, terbukti apa yang aku bilang dari awal tadi, wajahnya mirip dengan kakaknya. Aduh aku merasa gimana gito, aku bukan siapa-siapa dari keluarga ini. Tapi aku berusaha senyaman mungkin saat disuruh masuk. Duduk.

Aku betah karena ada dia yang menemani. Sambil duduk santai dikursi, sesekali berbicara dengan kakaknya dan juga dia.

Sampai waktu zuhur tiba, kami masih sharing tentang apa saja, bertukar buku dengan buku yang aku bawa. Tepatnya aku berikan. Kebetulan aku dan dia bertolak belakang dalam segi bacaan. Aku suka novel sedangkan dia suka buku islami.

Setelah zuhur aku ingin memutuskan pulang, karena perutku sudah berontak, namun aku terkejut kembali diajak untuk kerumahnya. Senangnya.

Tapi apakah kalian tau, apa yang paling mengejutkan...”kamu tau lelaki yang kemarin kita ketemu diperpusda waktu itu” ... “ia adalah tunanganku”...

Bagai disambar petir disiang bolong, runtuh harapan-harapan yang telah terbangun. Aku kaget. Tapi kada kaya itu jua kalo lah hehe. aku seolah-oleh menanggapinya biasa saja. Padahal huaaah.

Untung belum menikah hanya tunangan saja, seandainya dia mengaku sudah menikah aku langsung lari keluar dan pulang, gawat dikira merebut pasangan orang.

Untungnya cuman tunangan. Aku punya prinsip selama seorang perempuan belum menikah, maka aku boleh mendekat.

Kerumah? Ngapaen? Dia nawarin aku untuk makan dirumahnya, tapi aku merasa tidak enak. Kok aku merasa diperlakukan spesial ya. Jangan ge-er. Tetap jaga etika.

Dirumah dia kami banyak menghabiskan waktu untuk sharing lebih banyak lagi tentang hal apapun. Sungguh tuhan aku ingin berlama-lama dengan kondisi ini. Bersamanya.

Sangat jarang ada seorang perempuan yang mengajak seorang laki-laki kerumahnya, padahal kami hanya kenal dan bertemu beberapa kali saja. Ah urusan ini tidak serumit yang dibayangkan. Hanya satu modalnya. Kepercayaa. Dia sangat menghargai sebuah kepercayaan.
Paling tidak aku punya teman seperti ini disini kalau aku kembali lagi kekampung halaman. Hari ini izinkan aku untuk mensyukuri apa yang terjadi, kehadiranmu cukup membuat ruang kosong ini sedikit terisi. Bertemu kembali adalah sebuah keinginan. Tuhan punya cara sendiri untuk mempertemukan kita lagi. Terima kasih.

Oh ya aku lupa saat ingin pamit pulang tadi aku lupa beri salam.

Assalamualaikum... 
Rabu : 17 : April : 2013
18 : 50
Di Amuntai : HSU

Senin, 01 April 2013

Pesan itu akan tiba kepadamu



Pesan ini akan tiba kepadamu, entah dengan cara apa. Bahasa yang kutahu kini hanyalah perasaan. Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarkanmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa. Karena kini kumiliki segalanya.

Kupandangi langkahmu yang ringan dan tampak seperti melayang, berjalan dengan irama konstan. Engkau tak seperti orang yang berjalan di atas pasir, yang kebanyakan tampak berat dan canggung. Barangkali karena telah ratusan kali kau lakukan itu, menyendiri di tepi patai, menyusuri garisnya seperti merunut urat laut. Tapak kakimu sudah tahu bagaimana bersahabat dengan pasir yang kadag menggembung dan kadang mengempis dimainkan napas ombak.

Matamu mencari bola merah yang disembunyikan arakan awan mendung. Sesekali kau buang pandangan ke arah lain, sekedar menyakinkan kau tak sendiri di dunia ini, karena seringnya engkau berharap demikian. Sesekali pula kau buang pandangan ke belajan langit di bahu kananmu, yang berwarna-warni antara ungu, biru, dan abu, yang menggetarkanmu sama hebatnya dengan bola merah yang kau telisik sejak tadi.

Pesan itu akan tiba kepadamu, bathinku. Namun entah dengan cara apa.