Senin, 31 Desember 2012

Keceriaan di Malam Tahun Baru 2013


 

Tepat pukul 00.00 Waktu Indonesia Tengah, Selasa (1/1/2013) perempuan yang aku kenal itu bernama Wita keluar menyaksikan pergantian tahun baru di Banjarbaru. Ia keluar dari lantai dua dirumah neneknya, matanya langsung tertuju kepada kilatan dan warna-warni kembang api dilangit. Dengan memakai jaket biru berlambang logo sepak bola chealse. Setelah berdiri lima menit ia duduk dibangku kecil persegi empat. Matanya tetap menengadah keatas, letupan demi letupan kembang api itu menghiasi langit.

Langit menjadi warna-warni, dengan kepulan asap yang terbawa angin. Walaupun agak mendung, kemudian disertai gerimis. Angin menerpa kepulan awan itu, terlihat rambut Wita terurai karena angin yang sepoi-sepoi. Ia melipat kedua tangannya didada.

Ia berdiri sambil memegang pagar yang ada di depannya, pagar itu terbuat dari kayu berwarna coklat agak kusam. Tak berapa lama lima menit kemudian datang anak perempuan kecil yang umurnya sekitar delapan tahun. Memakai baju putih bermotif bunga-bunga, ditangan sebelah kanannya terdapat lima kembang api. Terlihat tangan kiri si anak itu menarik-narik baju Wita, sehingga ia berpaling. Wita membungkukkan badannya, kemudian menatap si anak tersebut dengan memusut kepalanya sambil tersenyum.

Si anak menyerahkan lima kembang api itu kepada Wita, lalu si anak berbalik dan masuk kembali kedalam rumah. Lima menit kemudian si anak keluar dengan membawa korek api ber cap pak haji dan diserahkan kepada Wita. Mereka kembali menatap langit.

Tak lama sekitar empat menit, kelima kembang api yang dipegang Wita tadi di kasihkan satu kepada si anak itu, Wita menyalakan korek api untuk dinyalakan diujung kembang api yang dipegang oleh si anak. Tangan kirinya menutup telinga, terlihat percikan api menandakan kembang api sudah dinyalakan, dan dengan suara “siuuuuut” kembang api itu meluncur ke atas dan meletus,  menciptakan cahaya yang warna-warni. Si anak itu tertawa dengan riang dengan melompat-lompat.

Kemudian Wita mengambil satu kembang api lagi dan menyalakannya sendiri, sambil tangannya diangkat keatas dan kembali “siuuuuut” suara kembang api yang kedua meluncur dan meletus. Si anak semakin kegirangan dan meminta kembali dengan memelas kepada Wita. Si anak itu kembali mengambil kembang api, namun kali ini dua kembang api sekaligus yakni ditangan kanan dan kiri. Wita sepertinya menegur si anak itu, tapi ia tetap memelas dengan menarik lebih kencang baju Wita, dan akhirnya dengan hati-hati Wita membimbingnya kemudian menyalakan korek api di kedua kembang api tersebut. Lagi, kedua kembang api yang dipegang si anak itu meluncur lebih tinggi dari kedua kembang api yang sebelumnya. Sehingga kilatan cahaya menerangi tempat disekitar itu.

Si anak itu berteriak lebih kencang dengan suara “yeeeeeeee warna-warni ka, lagi, lagi, lagi”. Namun Wita memberikan sebuah isyarat lewat tangannya menandakan tidak boleh. Kembang api yang terakhir tak ia serahkan. Kemudian Wita mengangkat anak itu dengan mengendungnya. Kembang api terakhir mereka pegang sama-sama dengan sambil mengucapkan hitungan mundur dari tiga. Tiga, dua, satuuuuu, maka meluncurlah kembang api yang terakhir. Terlihat mereka tertawa bersama. Dan lima menit setelah itu mereka berjalan kembali ke dalam rumah dengan masih mengendung si anak itu. Lampu dikamar yang sedari tadi menyala, mati dan menjadi gelap. Wita muncul di jendela, ia  menatap langit, dan memejamkan mata selama tiga menit, setelah itu ia menutup kembali jendela kamarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar