Romantisme suasana perkuliahan kembali menjadi rutinitas yang sangat menyibukkan, setelah beberapa bulan vacum dengan dunia mahasiswa teori dan mencoba mengakrabkan dan menyibukkan diri di organisasi kemahasiswaan. Tentu banyak hal yang berubah apabila kembali ke romantisme perkuliahan “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin”. Ya kelas menjadi tempat yang sangat mengekang otak dan pikiran yang dituntut harus mampu menyerap semua perkataan yang disampaikan oleh dosen. Bagiku kelas hanyalah khayalan untuk menjadi yang sesungguhnya, khayalan sesungguhnya adalah dunia luar, dunia kehidupan itu sendiri, dan kelas itu termasuk dalam bagiannya.
Aku mencoba untuk selalu mengamati suasana dalam kelas yang diisi oleh orang yang mempunyai tujuan yang diferensial maupun sama. Banyak kata dan sedikit candaan selalu menjadi tanda agar suasana itu tidak menjadi sepi dan hambar. Terkadang gosip pun ada, dan terkadang banyak juga hal-hal yang tidak jelas dan tak dimengerti apa yag dibicarakan orang-orang itu. Aku hanya melayani dengan gumaman dalam hati dan sesekali ikut tersenyum dan berbicara seadanya. Karena memang aku tak suka terlalu banyak bicara kecuali itu penting. Aku rasa aku lebih baik begitu.
Kelas menjadi ruang bertemu yang semu akan harapan dan realitas kehidupan. Skenario begitu banyak dibuat dengan adanya aturan yang harus dipatuhi oleh dua manusia yang saling melengkapi yakni dosen dan mahasiswa. Padahal aturan itu hanya disampaikan dan dijalankan dengan konsekuensi yang harus diterima. Berbagai macam tipe-tipe manusia juga menjadi hiasan dalam kelas, sehingga menjadikannya begitu unik dan tidak membuat bosan walaupun akhirnya jenuh dan bosan juga karena kesal tidak sesuai dengan kehendak hati mahasiswa.
Yang lebih mejengelkan adalah tugas khayalan yang tidak bisa dianggap remeh karena ia mampu menentukan seseorang baik atau tidaknya nilai, lulus atau tidaknya mata kuliah yang diajalaninya. Hampir setiap saat bagi mereka yang mengatakan tugas setiap hari. Setiap saat karena waktu dihabiskan untuk mengerjakan tugas khayalan itu. Tak ayal malam dan siang menjadi ribut hanya membicarakan atau sekedar bertanya untuk mengetahui.
Belum lagi berbicara soal kejujuran, disini kejujuran begitu mudah luntur dengan disapu oleh orang-orang yang enggan mengaku dan kucing-kucingang dengan hati nurani. Yang penting punya jawaban dan terisi. Orang-orang ini telah melupakan perjalanannya. Hanya sedikit yang mau dan mampu mengatakan bahwa jujur itu adalah pilihan dalam menjawab. Ini semua dibiarkan begitu saja sehingga menjadi kultur yang sulit diurai, kita hanya bisa menolak dengan hati dan menolak dengan diri kita sendiri dengan mencampakkan kejujuran itu. Bahwa kita bisa menjawab tanpa tak jujur.
“mahasiswa merupakan kelompok yang selalu dilematis dalam kehidupannya mengingat romantisme, yang sekarang dan masa depan agar menjadi manusia yang seutuhnya”
-elhami-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar