Sabtu, 26 Januari 2013
Mimpi Nita di Malam Tahun Baru
Oleh : Wita Karina Ramlan
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Study Pembangunan Angkatan 2012
Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Anggota LPM - Jurnal Kampus Fakultas Ekonomi Unlam
Tepat pada malam tahun baru 2013 aku menempati rumah yang baru aku pindahi. Sebuah rumah besar bergaya modern dengan cat berwarna krim abu-abu membuat rumah ini terkesan sudah berumur. Memang usia rumah ini sudah sekitar 15 tahun. Kalau di samakan dengan umur manusia, itu sama dengan sebesar anak kelas 9 SMP. Berhubung perkerjaan Ayah yang selalu di pindah-pindahkan dari satu kota ke kota lain, tidak terhitung aku, mama, dan juga dua orang adik kembarku Witya dan Widya selalu pindah dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu rumah ke rumah lain. Terkesan ribet yah perjalanan hidupku dengan keluarga yang selalu gonta-ganti rumah.
Rumah ini memiliki dua lantai termasuk lantai dasar. Di tingkat dua ada dua buah kamar, jelas saja aku memilih kamar yang ada balkonnya di luar yang langsung menghadap depan rumah. Awalnya, adik kembarku meminta aku mengalah dengan menempati kamar yang ada di seberang kamarku,namun balkonnya mennghadap halaman belakang. Berhubung di rumah-rumah sebelumnya aku selalu mengalah, sekali-sekali dong aku gak mau mengalah. Maaf ya adik-adik kecilku, sesekali kalian yang harus mengalah pada yang lebih tua. Ayo berhenti melihat-llihat ruang kamar,saatnya bersih-bersih dan menata kamar.
Rumah kami yang baru memang sebagian sudah ada perabot para penghuni yang terdahulu, seperti lemari, sofa, lemari hias, dan masih ada lagi yang lainnya. Kami sekeluarga termasuk pembantuku Bi Inah juga membantu membersihkan rumah. Aku memulai dengan membersihkan kamarku sendiri. Aku beruntung, ternyata kamarku memiliki kamar mandi kecil di dalamnya, jadi aku tidak repot-repot turun dan mengantri mandi di kamar mandi utama di lantai bawah. Sambil bersih-bersih lemari serta tempat tidur, aku menemukan sebuah kalung yang terletak di dalam laci kecil dalam lemari pakaian. Sebuah kalung perak dengan bandul berbentuk bunga dengan matanya yang berwarna biru mengkilat. Karena berdebu, segera saja aku membilasnya dengan air yang ada di kamar mandi. Setelah bersih, bertambah cantik saja kalung ini, pikirku. Tanpa sadar aku pakai saja kalungnya, dan aku melanjutkan menata kamarku kembali.
Senja telah tiba, adzan Maghrib pun berkumandanng di sana-sini. Kebetulan rumahku sangat dekat dengan sebuah mesjid jadi adzannya terdengar sangat jelas sampai ke rumahku. Akupun bergegas mengambil air wudhu di kamar mandi dan menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Selesai sholat, terdengar ada ketukan pintu kamarku. Ternyata mama menyuruhku turun untuk makan malam bersama di bawah. Selama makan, beberapa kali aku mendengar letusan kembang api kecil di luar rumah kami. Berhubung ini malam tahun baru, jadi aku tidak heran banyak orang yang menyalakan kembang api.
Selesai makan, aku membantu Bi Inah membereskan bekas makan malam kami. Setelah itu akupun kembali ke kamar. Tidak ada sesuatu yang special yang aku kerjakan di kamar, hanya mengutak-atik laptop dan bermain BlackBerry Massenger dengan teman-teman SMA-ku. Tak terasa, hari sudah menunjukkan hampir jam 12 malam. Lantas saja aku segera keluar balkon untuk melihat kehebohan kembang api yang menyambut pergantian tahun baru. Tepat pukul 00.00 beratus ratus kembang api menghiasi langit malam yang gelap karena tertutup awan mendung. Walau rada gerimis, tetap saja kembang apinya kelihatan heboh. Akupun tidak melewatkan kesempatan ini dengan memotret beberapa gambar dengan kamera BB-ku. Namun, kantuk sudah menyerang mataku. Wajar saja, aku kelelahan karena harus bersih bersih rumah seharian ini. Lalu akupun masuk kamar dan merebahkan diri di tempat tidur.
Dari sini keanehan-keanehan yang terjadi mulai bermunculan. Saat tidur, aku merasa hawa kamarku menjadi lebih dingin. Padahal sebelum tidur aku memasang suhu AC hanya 25oC. Positif thinking, karena di luar hujan jadi suhu menjadi lebih dingin. Karena aku belum benar-benar tertidur, samar-samar aku mendengar suara langkah kaki berlari menuruni tangga. Saat itu aku berpikir, siapa malam-malam begini lari-larian di tangga. Sambil merasa terheran-heran, akupun memmbaca doa dan surah-surah pedek untuk membuat hatiku tenang sebelum tidur.
Aku terkejut saat mendengar adzan subuh yang sangat nyaring dari mesjid. Lantas saja aku langsung bangun dan mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Kejadian tadi malam sungguh membuatku heran akan rumah ini. Apakah ini hanya perasaanku saja atau memang ada hal yang ganjil dengan rumah ini. Akupun sudah siap di meja makan. Semua anggota keluargaku mukanya pada cerah semua, namun tidak dengan Bi Inah. Kulihat pagi ini wajahnya agak pucat, kupikir apakah dia sedang tidak enak badan, akupun berencana akan menanyakannya selesai sarapan.
Sarapanku dan keluarga selesai. Akupun membantu Bi Inah membereskan peralatan makan kami. Langsung saja ku tanyakan mengapa wajahnya pucat hari ini.
“ Bi, kok wajahnya pucat. Sakit ?“
“ Ha..? Gak kok Ndo..” jawab Bi Inah terkejut
“ Beneran Bi, kalo sakit bilang aja sama mama biar kita ke dokter..” tawarku
“ Hmm… Ndo, nanti Bibi mau ngomong boleh. Tapi selesai Bibi bersih-bersih rumah aja ya..”
“ Oh boleh kok Bi… kapanpun dan dimanapun Bibi mau..hehe..” sambil ku peluk Bi Inah untuk menenangkan hatinya.
Selesai bersih-bersih, Bi Inah pun bercerita kenapa dia wajahnya pucat pagi ini. Ternyata tadi malam dia tidak bisa tidur nyenyak karena mendengar suara-suara yang aneh dari ruang makan. Berhubung kamar Bi Inah berada di antara ruang tengah dan ruang makan,jelas saja beliau mendengarnya. Bi Inah mendengar suara seperti orang yang berlari-lari di dapur, selain itu dia juga mendengar suara seperti orang mandi dari arah kamar mandi utama. Beliau bercerita dengan nada ketakutan. Akupun lalu berpikir, ternyata tidak hanya aku saja yang merasa aneh akan rumah ini. Agar Bibi tidak merasa ketakutan lagi malam ini, akupun menyarankannya untuk tidur di kamarku malam ini.
Huuuft…malam pun tiba lagi. Selesai makan malam dan beres-beres peralatan makan, aku langsung pergi ke kamarku. Tok..tok…tok, bunyi ketukan pintu membuyarkan lammunanku di kamar. Bergegas ku menuju pintu kamar untu mebukakkan pintu,ternyata Bi Inah dengan membawa bantal tidurnya. Langsung saja aku persilakaan Bibi masuk kamarku. Awalnya Bi Inah ingin tidur di bawah saja, namun aku melarang. Tempat tidurku cukup besar untuk di tempati berdua, jadi beliau kusuruh tidur di ranjang saja biar tidak kedinginan.
Tik…tok..tik...tok…. bunyi jam dinding yang terpasang di kamarku menunjukkan pukul hampir jam 1 pagi dini hari. Aku tidur merasa gelisah karena aku merasa kepanasan, padahal aku memasang suhu AC 20oC. cukup dingin untuk ukuran buat tidur di malam hari. Aku bolak-balik badan saking tidak tenangnya aku tidur. Bi Inah sampai terbangun dan bertanya.
“ Kenapa toh Ndo… ndak bisa tidur ya..”
“ Iya Bi… panas..”
“ Kok bisa toh… Bibi malah dingin lo..maklum nda biasa tidur pakai AC..”
“ Sssstt.. Bi, kau dengar itu?”
“ Dengar opo to Ndo..”
“ Ssstt…coba dengar deh …kayaknya dari arah kamar Widya…”
Sejenak kami berdua mendiamkan diri sambil mendengarkan suara yang samar-samar aku dengarkan. Aku mendengar suara saling pukul, namun tidak memakai benda yang berbahaya, melainkan… seperti boneka. Juga ada suara tawa kecil yang tidak wajar. Sejenak kami berdua terdiam, aku mengusulkan kepada Bi Inah untuk melihat ke kamar Widya berdua denganku. Awalnya Bibi takut, tapi aku pun meyakinkannya yang padahal sebenarnya aku juga merasa takut. Kebetulan senjata yang kami bawa hanya Yaasin, sapu lantai dan senter masing-masing satu buah. Dengan keberanian yang kira-kira hanya 20%, kami pun mengendap-endap menuju kamar Widya dan Witya.
Sampai di depan kamarnya, kami mendengar tawa-tawa kecil seperti kegirangan. Bi Inah ingin lari namun tangannya tetap aku pegang. Wajar saja, aku juga kan gak mau di tinggalkan sendirian menghadapi ini. Kami pun memberanikan diri mendobrak kamar Widya. Betapa terkejutnya kami. Kami melihat Widya dan Witya seperti kesurupan berrmain boneka boneka mereka. Sadar akan kehadiran kami, mereka malah melempari kami dengan boneka yang ada di tangan mereka. Tanpa pikir panjang lagi kami langsung lari turun ke bawah untuk membangunkan ayah dan mama. Seakan-akan aku yang kesurupan gak sadar lagi aku mengedor pintu kamar ayah sangat keras sampai ayah setengah marah pada saat membukakan pintu. Belum selesai aku bercerita, Witya dan Widya yang masih tidak sadarkan diri turun ke bawah menuju kami. Saat ayah menyalakan lampu ruang tengah, mereka berdua langsung pingsan di tangga. Langsung saja kami mendatanginya dan menggotongnya ke kamar mereka berdua yang sangat berantakan karena ulah mereka.
Kejadin tadi malam membuatku semakin penasaran akan rumah ini. Sebenarnya apa yang terjadi sebelum kami menempati rumah itu. Mengapa kejadian demi kejadian aneh selalu menimpa kami. Di sekolah akupun bercerita dengan teman-temanku. Mereka tertarik untuk membantuku menyelidiki rumahku sendiri. Untungnya ayah tidak melarangku untuk menyelidikinya. Aku meminta alamat tempat ayah membeli rumah ini. Begitu kudapatkan, langsung saja aku, Iky, Lita, dan Eny menuju alamat yang tertera di secarik kertas. Sesampainya di sana, kami mendapati sebuah kantor jasa yang melayani penjualan rumah. Kami pun masuk ke dalam dan menanyakan siapa pemilik sebelumnya atas rumahku sekarang. Begitu kudapatkan, langsung saja kami menuju alamatnya.
Sesampainya lagi di alamat yang kami bawa, kami mendapati sebuah rumah yang lumayan besar berwanrna oranye dengan perpaduan warna krim cerah. Kebetulan Pa Arif sang pemilik rumah ada di pekarangannya. Langsung saja kami di persilakan masuk ke dalam rumah. Istri beliau menyuguhkan kami es sirup yang kelihatanya menggoda sekali untuk di minum. Begitu di persilakan minum, langsung saja kami meminumnya. Kebetulan sekali kami sangat haus karena berpanas-panasan mencari alamatnya. Aku pun menceritakan maksud kedatangan kami ke rumah beliau. Begitu beliau mengerti apa yang aku ceritakan tentang kejadian aneh yang ada di rumahku, beliau pun bercerita panjang lebar mengenai kejadian yang juga menimpa keluarganya saat menempati rumah itu selama kurang lebih satu bulan. Itu merupakan waktu yang sangat singkat untuk menempati suatu rumah. Namun sayangnya beliau tidak mengetahui mengapa rumah itu jadi sangat aneh untuk di tempati. Kami pun pulang dengan tanpa hasil.
Selesai mengantar teman-temanku pulang, aku berhenti sebentar di pos kamling. Kebetulan ada Pak Deden sang security komplek. Beliau sudah sekitar 5 tahun menjadi security komplek. Sembari istirahat, ngobrol-ngobrol aja aku dengannya mengenai cerita rumahku. Betapa terkejutnya aku mendengar cerita beliau. Ternyata sekitar 2 tahun yang lalu terjadi perampokan dan pembunuhan di rumah yang sekarang aku tempati itu. Yang menjadi korban adalah seorang gadis muda dengan dua orang adik dan seorang pembantu rumah tangga. Setahu beliau, gadis tersebut ditinggal oleh orang tuanya bekerja di luar negeri. Lalu ada sekelompok perampok yang menyerang rumahnya untuk merampok harta benda mereka. Alhasil, karena saat mmelawan gadis itu melihat muka perampok, dia dan 2 adiknya serta pembantunya dibunuh perampoknya untuk membungkam mereka. Aku terdiam mendengar cerita Pa Deden. Pantas saja kejadian demi kejadian aneh menimpa keluarga kami saat menempatinya. Aku baru menyadari, ternyata kalung yang selama ini ku pakai,adalah kalung gadis itu.
Aku langsung pulang ke rumah. Belum memasuki rumah, dari luar aku sudah mendengar teriakan Bi inah. Langsung saja aku berlari menuju asal teriakan itu. Ternyata Widya kembali kesurupan. Dia mengamuk karena di pegangi oleh Witya dan mama yang sambil membacakan ayat-ayat Al-qur’an. Ayah sedang keluar memanggil Uztad Arifin yang sudah di kenal oleh masyarakat komplek. Saat Uztad sampai, beliau langsung menghampiri Widya dan seakan-akan beliau sedang berbiacara dengan “orang” yang merasuki tubuh adikku. Dalam pembicaraannya, dia mengatakan bahwa dia adalah arwah gadis yang dibunuh oleh perampok yang menyerang rumah ini. Dia membuat kejadian-kejadian yang aneh karena dia ingin menyampaikan pesannya yaitu ingin arwahnya dengan adik-adik serta pembantunya tenang karena sudah didoakan. Melalui tubuh adikku, dia menunjukkan tempat mereka di kubur oleh perampok itu. Ayahpun meminta bantuan tetangga tetanggga komplek untuk menggali tanah yang di tunjuk oleh Widya. Sesudah menggali, kami mendapati tulang belulang manusia, dna Widya pun pingsan mendadak. Uztad menyarankan agar mengeluarkan tulang belulang itu dan memandikanya selayaknya memandikan jenazah. Selesai dimandikan, tulang- tulang itu lalu dibungkus dengan kain kafan dan disholatkan di mesjid dekat rumah. Selesai di sholatkan. kemudian tulang itu di makamkan di komplek pemakaman islam yang ada di samping komplek perumahan kami. Aku berharap, semoga arwah mereka sudah tenang di alam sana.
Begitu banyak kejadian yang terjadi hari ini sampai-sampai membuatku merasa sangat capek dan malas mengerjakan PR yang di berikan guruku di sekolah. Tanpa sadar akupun tertidur lelap. Bunyi detak jam dindingku seakan-akan seperti bunyi palu yang di hantamkan ke dinding saja mebuatku bangun setengah sadar. Aku seakan-akan melihat seorang gadis yang sangat cantik duduk di samping ranjangku.
“ Nita….. “ panggil gadis itu. Aku sempat berpikir bahwa aku sedang bermimpi.
“ Nita….” Panggilnya sekali lagi. Aku pun sadar bahwa aku tidak sedang bermimpi. Aku sangat terkejut dan langsung menjauh karena takut. Tahu dari mana dia bahwa namaku adalah Nita. Tapi gadis itu meraih tanganku lembut.
“ Nita…aku adalah Lina. Akulah yang merasuki tubuh adikmu tadi sore. “ kata gadis itu. Aku sungguh hanya bisa diam seribu bahasa. Aku tidak bisa mengatakan sepatah kata pun saking aku merasa takut, tapi hatiku yakin ini bukanlah suatu hal yang akan membahayakan diriku.
“ kalung yang kamu pakai adalah milikku. Itu adalah hadiah ulang tahun dari orang tuaku saat aku masih bersama mereka tinggal di rumah ini. Aku harap, kamu mau menyimpannya dengan baik untukku…” ditatapnya lembut mataku sampai aku berkata Iya dan kami melingkarkan jari kelingking tanda kami berjanji satu sama lain.
“ Sekali lagi terima kasih atas usahamu menyelidiki rumah ini dan menemukan tulang-tulangku dan adik-adikku serta pembantuku. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang.” Katanya dengan penuh kelegaan.
“ Aku harap, kau bisa tenang selamanya di alam sana, Lina. Bersama adik-adikmu dan jua pembantumu. Insyaallah, aku akan selalu mengirimkan doaku untuk kalian disetiap aku sholat.”
“ Terima kasih banyak Nita.”
Kurasakan genggaman tangan itu perlahan-lahan mulai hilang dari tanganku. Aku bahkan masih terheran-heran, apakah aku sedang bermimpi atau tidak. Kucoba mencubit pipiku, ternyata sakit. Berarti ini memang bukan mimpi. Akupun kembali merebahkan diriku di tempat tidur sambil membayangkan kejadian yang baru saja aku alami, sampai pada akhirnya aku terlelap kembali menuju dunia mimpi yang sebenarnya.
“ dok…dok…dok… Nita bangun…” terdengar suara mama yang membangunkan aku dari luar kamar. Mama pun membuka pintu kamarku dan membuka gorden-gorden besar yang ada di kamarku.Saat kulihat jam,
“ Arrrggghhh….mama aku terlambat. Kok gak bangunin lebih pagi sih ma…harus buru-buru mandi dan sekolah nih..” kataku panic.
“ Sekolah? Sekolah apa kamu di hari libur Nita.”
“ Mama jangan becanda deh...panik nih.”
“ Kamu tuh yang ngelindur. Hari ini kan tahun baru Nit, tanggal 1 Januari. Tanggal merah. Lihat aja kamu kalau gak percaya.” Kulihat memang iya tanggal merah. Terus kejadian-kejadian itu semuanya hanya mimpi nih ceritanya. Kayak di Film Inception aja nih aku mengalaminya. Ah sudahlah, yang penting aku mau mandi dulu biar segar di hari pertama tahun baru ini. (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar